Tuesday, March 13, 2007

ASAL MULA KOTA PALOPO

Kota Palopo adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kota Palopo yang sebelumnya berstatus kota administratif sejak 1986 berubah menjadi kota sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2002 tanggal 10 April 2002.
Pada tanggal 28 April 2005, berdasarkan Perda Kota Palopo Nomor 03 Tahun 2005, Wilayah ini dimekarkan menjadi 9 Kecamatan dan 48 Kelurahan.
Kota ini memiliki luas wilayah 155,19 km2 dan berpenduduk sebanyak 120.748 jiwa.
Kota Palopo ini dulunya bernama Ware, yang dikenal dalam Epik La Galigo. Nama "Palopo" ini diperkirakan mulai digunakan sejak tahun 1604, bersamaan dengan pembangunan mesjid Jami' Tua. Kata "Palopo" ini diambil dari dua kata bahasa Bugis-Luwu. Artinya yang pertama adalah penganan ketan dan air gula merah dicampur. Arti yang kedua, dari kata Palo'po, yang artinya memasukkan pasak ke dalam tiang bangunan. Dua kata ini ada hubungannya dengan pembangunan dan penggunaan resmi mesjid Jami' Tua, yang dibangun pada tahun 1604.

AGAMA DI KOTA PALOPO

Mayoritas di kota Palopo beragama Kristen Protestan, dan Islam, kecuali di Kabupaten Tana Toraja dan sebagian Kabupaten Luwu bagian utara mayoritas beragama Kristen dan beberapa agama Katolik, Budha dan Hindu.
Mesjid Yang Terbesar dan Terkenal di Kota Palopo adalah "MESJID AGUNG" yang dapat terlihat dari kejauhan dekat Lapangan GASPA.
Gereja-Gereja yang terkenal bagi umat Kristen dan Protestan salah satunya adalah "GEREJA MARANATHA PATTENE' " Terletak di Jl. Veteran. Kemudian Gereja GSJA ( Gereja Sidang Jemmaat Allah) di Jl. Pongsimpin, Kemudian Gereja katolik di sekitar Pasar Subuh, Dan salah satu yang terkenal adalah Gereja PNIEL di sekitar Lap. GASPA.

Palopo sebagai KOTAMADYA

Nuansa pegunungan, daerah pesisir, dan daratan, hanya dalam sekali pandang semua dapat dinikmati saat berada di Bukit Sampoddo, sekitar tujuh kilometer sebelum memasuki Kota Palopo. Tiga aspek itu menjadi kekhasan wajah yang resmi menyandang kota otonom sejak 10 April 2002.
Lewat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002, status kota administratif yang disandang sejak 1986 ditingkatkan menjadi kota otonom. Sebelumnya, kota yang memiliki empat kecamatan ini merupakan bagian dari Kabupaten Luwu dan menjadi ibu kota kabupaten tersebut.
Kapasitasnya sebagai bekas pusat pemerintahan Kabupaten Luwu dengan kondisi geografis yang berada pada lintas trans-Sulawesi memungkinkan kota ini menjadi pusat kegiatan dan transaksi perekonomian bagi daerah sekitarnya. Terlebih, kota ini tidak memiliki komoditas andalan yang bisa diunggulkan untuk bersaing sehingga salah satu unggulan yang dilirik adalah menjadikan Kota Palopo sebagai kota pelayanan jasa.
Saat ini Kota Palopo bisa dibilang memiliki sarana dan infrastruktur yang cukup baik. Wilayah kecamatan maupun kelurahan dalam wilayah kota ini dapat dijangkau melalui sarana jalan yang kondisinya terbilang baik. Sementara itu, sarana angkutan mulai becak, sepeda, sepeda motor, mikrolet, bus, hingga truk tersedia di setiap kecamatan. Adanya bank-bank pemerintah dan swasta, jaringan telekomunikasi terpasang hingga setiap kecamatan, kapasitas listrik yang tersedia, sarana transportasi seperti pelabuhan laut, serta tempat-tempat penginapan, merupakan jenis pelayanan jasa yang sudah ada dan terus dibenahi.
Untuk menunjang strategi itu, perangkat yang disiapkan adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat, kualitas sumber daya manusia, serta kualitas lingkungan hidup, budaya, dan kepariwisataan.
Adanya pelabuhan laut Tanjung Ringgit sangat mendukung kota ini sebagai kota jasa. Pelabuhan ini berfungsi sebagai tempat bersandar kapal-kapal pesiar dan juga tempat bongkar muat barang dari dalam negeri maupun ekspor ke luar negeri. Bongkar barang hasil pertanian setiap tahun rata-rata 40 persen lebih, dan barang nonpertanian sekitar 60 persen. Dari besarnya volume bongkar barang hasil pertanian, komoditas kayu gelondongan (logs) adalah yang terbesar, yaitu 99,58 persen. Untuk barang nonpertanian, komoditas terbesar yang dibongkar adalah BBM, mencapai 93,6 persen. Barang-barang yang dibongkar ini selain untuk kebutuhan Kota Palopo juga disalurkan ke daerah lain. Sementara itu, barang-barang yang dimuat, antara lain minyak sawit (CPO), plywood, beras, dan buah-buahan.
Kota dengan sebutan Kota Idaman (indah, damai, aman, dan nyaman) ini jika dilihat dari struktur ekonomi dalam PDRB menunjukkan, sektor pertanian adalah dominan. Walaupun kota ini tengah dikembangkan sebagai kota jasa, sebesar 27,44 persen (dari total 37.302 orang) penduduk masih banyak yang menggantungkan hidup dari sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian mencapai 36,76 persen. Lahan usaha perikanan (18,49 persen) dan perkebunan (13,08 persen) rupanya menjadi pendukung utama kuatnya sektor pertanian ini.
Ditunjang oleh topografi kota yang bergunung dan berbukit-terutama wilayah bagian barat yang berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja-rupanya cocok untuk tumbuhnya tanaman perkebunan seperti kakao, cengkeh, dan kopi. Komoditas tersebut adalah komoditas unggulan yang memiliki potensi bagus untuk lebih dikembangkan. Ketiga komoditas itu merata dan terdapat di empat kecamatan. Unggulan utama adalah kakao. Lahan terluas tanaman kakao terdapat di Kecamatan Wara Selatan, mencapai 1.011 hektar dengan kapasitas produksi sebesar 850 ton per tahun. Produksi tertinggi kakao terutama dari Kecamatan Tellu Wanua yang mencapai 951 ton per tahun dari lahan seluas 990 hektar. Komoditas lainnya seperti cengkeh, hasilnya pun tak mengecewakan. Produksi cengkeh terbanyak dari Kecamatan Wara mencapai 123,7 ton dari lahan seluas 252 hektar.
Pertanian tanaman pangan juga memiliki potensi bagus, seperti padi sawah, jagung, dan ubi kayu yang terdapat di semua kecamatan. Produksi padi sawah terbanyak dari Kecamatan Tellu Wanua mencapai 19.125,15 ton dari luas lahan 36,85 hektar. Sementara produksi jagung terbanyak-472,2 ton dari areal seluas 73 hektar-berasal dari Kecamatan Wara Selatan.
Wilayah bagian timur Palopo merupakan daerah pantai yang membujur dari utara ke selatan dengan panjang pantai kira-kira 75 kilometer. Sebanyak 1.932 petani/nelayan menggantungkan hidup dari hasil perikanan laut maupun perikanan darat. Rumput laut adalah salah satu komoditas andalan. Sentra produksi rumput laut merata di empat kecamatan dengan total luas lahan mencapai 1.194 hektar dan menghasilkan 8.596,8 ton rumput laut. Sementara hasil perikanan darat yang menjadi andalan adalah udang dan bandeng.
Daerah pantai berpotensi pula untuk dikembangkan sebagai daerah wisata. Di Kecamatan Wara Selatan yang merupakan hasil pemekaran dari kecamatan kota, yaitu Kecamatan Wara, terdapat Pantai Songka yang terkenal dengan pantai pasir putihnya, sangat menarik untuk daerah wisata.
Demikian pula di Kecamatan Wara yang merupakan jantung Kota Palopo, banyak dijumpai bangunan monumental bernilai sejarah. Istana Datu Luwu yang berlokasi tidak jauh dari Mesjid Jami’ Tua misalnya, sekarang difungsikan sebagai Museum Kerajaan Luwu yang dikenal dengan sebutan Museum Lagaligo. Di area istana itu terdapat bangunan adat kerajaan Luwu yang bernama Langkana-E. Rumah adat itu kini digunakan sebagai tempat kegiatan sanggar budaya dan kegiatan adat lainnya.
Desa Latuppa yang juga berada di Kecamatan Wara merupakan salah satu obyek wisata bagi masyarakat Kota Palopo. Di desa ini terdapat aliran sungai yang tidak pernah kering, ditambah lagi kekayaan alam di sekitarnya dengan berbagai macam buah-buahan. Biasanya pada musim buah-buahan, masyarakat Palopo mengunjungi daerah ini dan menikmati wisata mandi-mandi di sungai sambil menikmati buah durian, rambutan, dan langsat. Di kawasan ini terdapat pula air terjun Latuppa yang menjadi tempat rekreasi dan wisata pantai pesisir pasir putih Labombo di daerah pesisir Teluk.
Potensi pariwisata Palopo memang cukup besar asal didukung oleh sarana pariwisata yang memadai. Sarana pendukung pariwisata seperti hotel dan penginapan di kota ini terdapat 21 buah, namun masih tergolong kelas ekonomi.
MGRetno Setyowati/ Litbang Kompas

Stadion Lagaligo

GASPA adalah nama yang sudah tidak asing di Kota Palopo, GASPA adalah singkatan dari "Gabungan Sepak Bola Palopo". Stadion LaGaligo adalah pusat perhatian kota Palopo. Percaya Tidak Percaya, The LaGaligo Stadion merupakan "STADION TERBESAR KE 2 DI INDONESIA" setelah Stadion Nasional Gelora Bung Karno di Ibu Kota Jakarta. Hal ini terbukti di Stadion di Dunia, dan tercatat bahwa Stadion Lagaligo dengan kapasitas 50.000 setelah Kapasitas Stadion Gelora Bung Karno dengan kapasitas 100.000. Anda bisa membuktikan di WEBSITE LINK di bawah ini. http://www.worldstadiums.com/asia/countries/indonesia.shtml

Palopo City's Daily Info

Palopo Kota yang terkenal dengan THE LA GALIGO adalah kota terbesar ke tiga di propinsi Sul-Sel. Palopo juga terkenal dengan Kota anak Gaul yang terkenal dengan THE SAODENRAE.
Pemuda Pemudi dari berbagai kota besar seperti Jakarta dan Makassar datang ke Palopo hanya untuk melampiaskan masa muda mereka di Palopo Kota untuk memperluas pergaulan mereka.